Jengkel karena tembok pojokan
rumahnya selalu dijadikan tempat kencing oleh orang lewat yang kebelet
pipis, sang pemilik rumah memasang tulisan: DILARANG KENCING DISINI!
dengan cat merah. Ternyata orang masih tetap kencing disitu. Mungkin
menurut mereka apalah artinya sepotong tulisan tanpa sanksi dan ancaman
hukuman dibandingkan dengan perasaan tersiksa karena kebelet pipis?
Karena
marah, tulisan tadi ditambah menjadi: DILARANG KENCING DISINI KECUALI
ANJING. Hasilnya sama, orang - yang boleh dianggap anjing jika menurut
definisi tulisan itu - masih tetap kencing disitu. Apa ruginya disebut
anjing? toh tidak ada kerugian materi!
Kebetulan jaman
Suharto, jadi tulisan itu diganti dengan: DILARANG KENCING DISINI
KECUALI PKI!. Nah! orang mulai takut dan pikir-pikir untuk kencing
disitu karena takut dicap PKI, walaupun begitu tetap ada juga yang
kencing disitu - mungkin orang nekad pembenci rezim Suharto.
Kemudian
rezim Suharto jatuh ... dan tulisan tadi kehilangan makna &
kekuatannya, orang tambah berani kencing disitu malahan tulisannya juga
dikencingi - entah bagaimana caranya, mungkin kencingnya disemprotkan ke
atas.
Tidak kehabisan akal - walaupun dongkol - sang
pemilik rumah menghapus tulisan itu dan menggantinya dengan tampah
berisi sesajen lengkap: kemenyan, bunga 7 macam, cerutu, telur ayam
mentah, dan tidak lupa segelas kopi pahit. Hasilnya luar biasa! Tidak
ada sepotong manusiapun yang berani kencing disitu lagi.
Sang
pemilik rumah tahu sifat orang Indonesia yang lebih takut terhadap
hal-hal abstrak dan tidak kelihatan, apalagi jika berbau klenik.
Hutan di lereng Gunung Merapi atau di daerah Badui bisa lestari karena dijadikan hutan larangan tempat para karuhun bermukim.
Orang
Indonesia begitu taat bersembahyang dan tempat-tempat ibadat di
Indonesia adalah yang paling membludak di dunia, tapi tingkat korupsi
dan kriminalitasnya tetap tinggi - tidak ada pengaruh.
Andai bangsa ini bisa taat pada aturan seperti taatnya pada ritual agama ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar